Wednesday, April 30, 2008

It Ain't That Bad

I'm unconciously protecting my heart again..
Curling into a ball and sucking my thumb..

When days gone by without a single shooting pain to the soul..

I smiled, still closing by eyes..and humming myself a lullaby...

It ain't that bad...

Really not that bad...

*humming*

Wednesday, April 23, 2008

Benteng

Suara-suara berkelebat di sekitarku.. dan aku asik membuat benteng.. pesimis pandangku menyapa yang lalu..aku lebih suka begini..takkan terluka takkan kecewa..ah indahnya sendiri..

Satu satu batu kujadikan dinding...dan suara-suara itu semakin sayup..aku merasa kembali..aku merasa pulang...sendiri itu nikmat...sendiri itu surga..aku bergelung di dalam bentengku...aku takkan sakit lagi, sampai suatu saat benteng kuhancurkan kembali...

Friday, April 18, 2008

Hi, I'm Mel

...and I'm a control freak.

I just can't take it when something happened not like the way I want.

Hi, I'm Mel, and I'm a control freak.

I thought we've met.

*mumblings and scratching all over*

Wednesday, April 16, 2008

Not Another Misdiagnosis Please

Hampir 10 tahun yang lalu, saya kehilangan janin di dalam kandungan saya yang berumur hampir 19 minggu karena kelalaian dokter dalam mendiagnosis penyakit saya. Saya kehilangan 5 kali lagi janin saya setelah itu juga karena kelalaian tiap dokter kandungan yang saya datangi yang masih tetap tidak cerdas dalam mencari tahu mengapa kandungan saya tidak bisa bertahan sampai besar. Dokter yang saya datangi memberi jawaban yang berbeda-beda.

Dokter A : "Ibu punya toxoplasma."

Dokter B : "Ibu kandungannya lemah, Bu."

Dokter C : " Ibu kegemukan sih, itu mengganggu kehamilan, Bu."

Dan setelah saya melakukan research sendiri saat saya keguguran ke 6 kali-nya di Singapore, saya datang ke neighbourhood Polyclinic (semacam Puskesmas) dan langsung "menembak" sang Dokter :

"I think I have Diabetes." "I've done some research and all the symptoms match."

Dokter melakukan pemeriksaan Lab, dan mengkonfirmasi, saya memang Diabetik. Hari itu juga saya menangisi semua bayi-bayi saya yang tidak pernah sempat saya peluk karena kelalaian dokter-dokter di Indonesia yang mendiagnosa saya dengan tidak tepat.

Kematian mereka adalah karena Dokter-Dokter itu tidak mau meluangkan waktunya untuk berpikir keras, apa yang menyebabkan keguguran ulang saya. Bagaimana mau berpikir keras, memeriksa pasien saja bisa sekaligus 3 dalam satu ruang periksa. Yang dipikirkan adalah bagaimana caranya break even point modal uang kuliah dulu, bukan lagi keinginan untuk menolong pasien yang diutamakan, tetapi side effectnya yang menyenangkan : UANG.

Hari ini kejadian yang mirip terjadi. Saya datang ke Rumah Sakit dalam keadaan rashes berat. Mata merah bengkak, wajah seperti terbakar, dan sekujur tubuh penuh bintik. Saya mengutarakan kekhawatiran saya bahwa saya alergi terhadap insulin yang baru saja saya pakai selama 2 hari, dan Dokter, tanpa memeriksa langsung, mengiyakannya sambil berkata, "Untuk orang yang mempunyai riwayat alergi, penolakan terhadap insulin memang biasa, Bu."

Saya disuntik steroid dan diminta menghentikan pemakaian insulin. Saya berkata, "Dok, boleh saya minta obat flu juga?" "Saya sudah 10 hari batuk dan meriang, sangat tidak enak badan."

Dokter berkata, "Vitamin C saja Bu, kalau flu."

Setelah saya meminta-minta dengan nada memelas, baru Dokter memberikan antibiotik dan obat batuk-flu.

Lalu sore ini, saya demam tinggi, saya berbaring sambil terus sambil berpikir, "Ada apa ini..kok sampai demam segala." Seluruh badan terasa linu dan sakit. Saya minum 2 Paracetamol sambil terus berpikir, kalau alergi, mengapa perasaannya beda. Mengapa rashesnya kecil-kecil dan bukan biduren seperti biasa? Pertanyaan-pertanyaannya begitu mengganggu pikiran.

Waktu mata saya tertuju pada Zachary, tiba-tiba saya melihat bintik bintik samar di wajahnya. Saya langsung terkesiap. Saya, Fira dan Zachary sudah tidak enak badan, mata merah meradang, batuk, flu, dan radang tenggorokan. Ya ampun..ini bukan alergi!! Saya lari ke laptop dan langsung browse internet untuk tanda-tanda penyakit yang saya duga sedang bercokol di tubuh saya. Membaca dari sebuah artikel di internet, saya langsung 100% yakin dugaan saya benar.

Saya langsung pergi ke klinik langganan di depan komplek, membawa Zachary, dan lansung bertanya kepada Dokter tersebut, " Ibu, saya cuma mau memastikan, apakah kami benar terkena campak?"

Dokter membawa kami ke ruang periksa dan mengkonfirmasi dugaan saya.

Rashes ini ternyata : CAMPAK, sodara-sodara!!!

Another misdiagnosis, another waste of time, and money!

What Now?

I'm having a really bad allergic reaction to the insulin. Currently I'm waiting for the Doctor in the ER to inject me with steroid before my head explode. I feel my ears and eyes turn into giant mushroom and melon. My body tingle all over and the ER Doctor said I should discontinue taking the insulin. I lay my body on the hard hospital bed and can't help to growl, "what now?!""what am i supposed to do next?" sheesh, this is SUCK!

Esc(ape)

I want to quit this program and press the ESC button.

Unfortunately life is not as simple as that...

Tuesday, April 15, 2008

One Step To Crossover


8 tahun yang lalu di Singapore, pertama kali Dokter mendiagnosa saya dengan Type 2 Diabetes. Itupun pada saat diagnosa, Dokter mengatakan bahwa kemungkinan saya sudah mengidap Diabetes sejak saya berumur sekitar 17-18 thn. Diagnosa yang terlambat. Saya sudah menghadapi 7 keguguran karena kesilapan diagnosa selama bertahun-tahun.
Hari ini, setelah pemeriksaan menyeluruh, Dokter saya yang baru di Batam mengatakan mungkin selama ini juga Dokter di Singapore misdiagnosis, karena saya ternyata lebih masuk ke kategori type 1 Diabetes, yang faktornya lebih merupakan genetik. Saya seharusnya tidak dimasukkan ke dalam kategori type 2 karena sudah terbukti bertahun-tahun kadar gula saya hanya bisa dikontrol pada saat saya hamil Zachary dan berpindah menggunakan Insulin dari tablet metformin.

Akhirnya tiba saatnya juga. Saya harus selamanya memakai insulin. Ini adalah crossover, no turning back, karena setelah insulin tidak ada jalan kembali, tidak akan ada lagi hari-hari memakan bertablet-tablet obat. Dokter bertanya apakah saya ok..dan saya berkata, "Anything to keep me live longer..anak2 saya masih kecil, Dok.." Dokter itu mengangguk sambil mengisi resepnya, dan saya sibuk mengkhayal duduk berdua di sundeck rumah saya, meneriaki cucu-cucu yang tak henti mencandai kakek neneknya.

Photo taken from : http://www.denmark.or.jp/jddc/steve.html

Sunday, April 13, 2008

Esc

Pernah kau bilang padaku...kau tak mau membuka selimut yang terselip di tempat tidur sebelah kanan tempat tidur kita waktu kita tidak bersama. Aku tanya mengapa, katamu karena kau tidak mau sadar bahwa aku tak ada di sana..kau tak mau mengganggu tempatku di tempat tidur kita. Dan akupun tersadar,saat kau tak tidur di tempat tidur kita di rumah ini,akupun tak ingin terbaring di sana.. Malam kupeluk anak-anak di kamar mereka, pagi hari aku datang ke kamar kita, memeluk bantal gulingmu untuk menghirup sedikit saja aromamu yang tersisa.. Dan rindu melanda gila..

Setiap Rumah Ada Sejarahnya

Saya adalah manusia yang sangat sentimental. Kadang saya menyimpan suatu barang yang kelihatan sangat tidak berharga tetapi tetap tak ternilai bagi saya karena misalnya barang itu dibeli pada saat Mama datang ke Singapore dan kita belanja bersama-sama ke Orchard Road. Moment itu entah kapan terulang, karena itu saya selalu menyimpan satu barang sebagai pengingat.

Soal rumah, saya juga sangat sentimental dengan rumah. Jangankan rumah sih, kamar hotel saja, kalau saya, suami dan anak-anak sudah merasakan memori yang menyenangkan di sana dalam beberapa hari, pada saat check out saya akan mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal kepada kamar hotel tersebut. Mengatakan apapun yang saya rasa, dalam hati ataupun terucapkan nyaring, penting bagi saya.

Rumah yang paling saya ingat dalam hidup saya adalah rumah Mimi, nenek saya, di Jalan Artileri No 6, Bandung. Mimi mengisinya sejak tahun 1974, 1 tahun setelah saya lahir, dan kemudian pindah ke Jalan Sukarajin pada tahun 2002, sebulan setelah Zachary lahir. Saya sangat kehilangan rumah di Jalan Artileri itu, saya bahkan sudah dekat dengan penghuni-penghuni halusnya. Sayang sekali Mimi harus pindah dari sana karena satu dan lain hal. Terakhir saya melihat rumah tersebut, bentuknya sudah berubah sama sekali. Sepertinya banyak dinding yang dirobohkan dan dibangun kembali. Rasanya kenangan masa kecil saya juga ikut dikubur di sana. Sedih.

Adapun dengan kami, setelah lelah berpindah-pindah, kami ingin sekali mulai saat ini settle di satu tempat. Minimal ada tempat yang bisa kami sebut dengan kata "Rumah" di mana kita bisa "Pulang". Kami beranikan membeli sebuah rumah di Batam, walaupun Batam masih sangat asing untuk kami. Kenapa Batam? Karena Batam dekat dengan Singapore, karena dari Singapore lebih mudah dan lebih fleksibel untuk terbang kemana-mana. Karena, setelah bertahun-tahun ternyata saya tetap tidak bisa merasakan kedekatan hati dengan Jakarta. Pilihannya hanya Bandung atau Batam. Dari segi lokasi strategisnya, jelas kami memilih Batam walaupun tidak ada keterikatan emosional.

Dan akhirnya, rumah kami hampir jadi. Mungkin bulan Juni saat Abang datang untuk field break kami bisa pindah ke sana. Kami akan membuat sejarah kami di rumah itu, mengukir tiap tangis dan tawa di tiap sisi dindingnya. Anak-anak kami akan tumbuh di sana, dan bahkan Abang sudah menyiapkan sedikit ruang untuk dibangun kemudian hari. "Untuk apa?", kata saya. Abang tercengir dan berkata, "Siapa tau nanti Cucu-Cucu perlu kamar."

Hati saya hangat seketika. Doakan memory yang terukir di sana lebih banyak manisnya ya.

Dan mudah-mudahan tercapai, suatu hari kami berdua bisa melihat Cucu-Cucu kami di sana.

Friday, April 11, 2008

Some People Are So Damn Lucky

Kadang saya suka ngenes kalau ngeliat pasangan timpang. Ceweknya cuantik banget, cowoknya dempek, sebaliknya juga bisa, suaminya gagah ganteng laksana dewa, istrinya mrekecipil jutek, asem, dan plain abis.

Kalau saya dan suami? Standar lah, kata saya sih dia cakep, tapi saya juga gak jelek-jelek amat kan?

Gak tau kalau ada yang keberatan dengan pernyataan ini, yang jelas pendapat saya gak bisa diganggu gugat. Titik

Yang suka bikin saya kagum tuh kalau melihat pasangan seperti di atas, Ricardo dan Gabriella. Kok ya ada orang-orang yang beruntung begitu dapet pasangan match banget wajahnya cantik ama cuakep.

Saya jadi gak sabar, lihat anak-anaknya nanti seperti apa

Photo taken from Ricado's collection from Wedding In Brazil series.

Thursday, April 10, 2008

Mungkin Saya Memang Berdarah Jawa

Kalau dirunut ke atas, katanya saya memang masih berdarah Jawa. Walaupun tercampur berbagai macam darah lainnya seperti Banten, Sunda, dan Tionghoa. Jadinya kalau hari ini walaupun kebanyakan orang masih akan menganggapnya hari sial , saya malah berpikir bahwa saya sangat beruntung. Katanya kalau orang Jawa, kalau kakinya kelindes satu, akan bilang "Untung bukan dua-duanya.", kalau matanya picek satu akan bilang, "Untung masih ada satu mata lagi yang sehat."

Ceritanya hari ini saya berangkat ke BCA di kawasan Jodoh menggunakan taxi langganan. Setelah sampai, taxi merapat ke barisan ATM di sebelah kanan. Karena saya duduk di kiri belakang, otomatis saya keluar dari pintu kiri belakang. Begitu pintu saya buka dan kaki saya keluar, terdengar suara keras "BRAKKKKKKK" Pintu taxi tersebut dihantam oleh sebuah mobil yang ngebut selagi memasuki kawasan parkir. Saya kembali duduk dengan kaki goyah dan badan lemas.

Pengemudi mobil tersebut langsung merapat dan turun. Dimulailah adu mulut antara pengemudi dan supir taxi. Dia menyalahkan supir taxi yang memarkirkan mobilnya di situ, supir taxi menyalahkan dia yang ngebut di halaman parkir. Saya? Saya melenggang masuk ATM dengan hati tak keruan. Saya bilang pada pengemudinya, "Tunggu sebentar."

Sesudah mengambil sejumlah uang yang saya perlukan, saya langsung menuju tempat Pengemudi mobil tersebut dan Supir Taxi yang sedang saling menyalahkan.

Saya langsung berkata, "Saya salah karena lalai melihat ke belakang, tapi Bapak juga salah karena memasuki lapangan parkir dengan kecepatan tinggi." "Saya harap kita tidak saling menyalahkan karena sebuah kecelakaan tidak ada seorangpun yang mengharapkan untuk terjadi."

Pengemudi tersebut melihat saya dari atas ke bawah, sepertinya dia luluh melihat saya juga mengaku salah. "Saya mohon Ibu bantu perbaikannya." "Lihat cat mobilnya terkelupas cukup banyak." "Ini mobil Boss saya, Bu..saya memakainya untuk keperluan pribadi..bisa dipecat saya."

Saya berkata, "Berapa saya bisa bantu?"

Dia mengajukan jumlah, yang akhirnya saya tawar setengahnya. Dia menolak karena dia yakin akan lebih dari itu. Saya mengajukan tawaran sedikit lebih tinggi, dan akhirnya dia menerima.

Saya serahkan sejumlah uang tersebut sambil berkata, "Saya iklas..saya tau ini sebagian salah saya."

Kami bersalaman dan saya balik menaiki taxi sambil berusaha menahan lemas.

Sesampainya di tujuan, saya bertanya kepada supir taxi, "Bapak harus memperbaiki pintu yang bengkok kan Pak, ya?" "Berapa, Pak?"

Supir taxi menatap saya dengan kasihan, "Gak apa-apa, Bu..diketok pakai kayu juga bisa."

Saya berkeras, "Jangan, Pak..saya juga bertanggung jawab."

Saya serahkan sejumlah uang kepada supir taxi tersebut, dan sang supir berkata, "Ibu sudah keluar banyak uang tadi, Bu.."

Saya selipkan uang itu di tangannya, "Tidak apa-apa, Pak...saya tidak rugi keluar uang." "Saya mungkin bisa melihatnya sebagai kesialan, sehingga saya harus keluar uang banyak untuk mengganti kerusakan, tapi kalau saya melihatnya dari sisi lain, saya harusnya merasa beruntung karena beda 1 detik lagi mungkin saya yang ditabrak oleh mobil itu, bukan pintu mobil Bapak."

Bapak Supir Taxi memandang saya dengan senyum, "Ibu baik sekali cara berpikirnya."

Saya cuma balik memandang, mengucapkan salam, keluar dari taxinya, dan berkata pada diri saya, "Mungkin saya memang berdarah Jawa."

Keterangan : Stereotyping terhadap sifat para etnis Jawa di sini betul-betul bukan berdasarkan riset dan mungkin juga tidak akurat, hanya terlintas dalam pikiran saja.

Oh My Oh My

Yang di sebelah kiri adalah Gabriella, perempuan jelita asal Brazil yang bekerja dengan suami saya. Kalau saya ini tipe perempuan pencemburu seperti tipikal manusia Virgo, mungkin setiap hari saya sudah mules memikirkan suami saya harus selalu bekerja seruangan dengannya. Apalagi kalau memikirkan suami saya mungkin harus berdiri di belakang kursinya sambil menunduk dan memberikan instruksi pekerjaan sambil keduanya menghadap ke monitor komputer. Yah namanya juga cemburu, bisa dibuat-buat dong, didramatisir

Tapi untungnya saya walaupun posesif tapi tidak cemburuan. Atau mungkin juga karena suami saya hampir tidak pernah menunjukkan gejala apapun yang harus membuat saya cemburu. Atau mungkin juga karena saya tau persis kalau Latina cantik ini sudah punya suami yang guantengnya minta ampun, persis aktor telenovela, yang namanya Kang Ricardo

Jadi ya, saya cuma bisa cengar cengir kalau membayangkan suami saya selalu berdekatan dengan dia, lha saya juga bisa membayangkan kalau saya kerja dengan suaminya Neng Latina itu, biarin cuakepnya ampun DJ, kan cintanya saya sudah habis, mentok, pol sama manusia tukang tidur yang sudah jadi suami saya selama hampir 13 tahun itu

Ket Foto : Photo by Ricardo Duarte

Tuesday, April 08, 2008

Don't Underestimate Her

Monday, 7th April 2008

In the principal's office at my children's school, I sat, almost in tears. Both of the principal from English Subject and Indonesian Subject called me to have a word. Tomorrow is Shafira's first Try Out for UAN. The school will be ranked after the result of this test, and the principals were expressing their worries that Shafira wouldn't pass the Bahasa Indonesia test. They said that in previous tests Shafira barely passed. Even though I couldn't recall my daughter brought a single bad test result home, I really should believe the teachers know my daughter progress better.

I sat down, and with a shaky voice I said sorry that I had to take them away from school for so long. I know that school is important but right now I rather thinking about the impact on the children, emotionally, when they have to be separated from their father for too long.

So I said I have no choice but to choose my family happiness. My children's education will be solely my responsibility. I wouldn't say a word to the teacher if they failed. It will be my fault.

The principals sighed, and ask us to reconsider about taking the kids move from one place to another all around the world. I said I would discuss this with my husband, but my heart just sank.

They said they only have 4 students in Grade 6 to be tested on UAN, and if Shafira failed, it means only 75% of the class passed the test, and that would put the school on low rank for Elementary School in Batam. And from the look on their face, they think she wouldn't make it. They said she's so awkward and seems a little bit uninterested in class. She’s doing fine with the English Subject but too far behind in her Indonesian Subject.

I choked and said, " But she learned Bahasa Indonesia everyday in China, Miss." "Even though I home school them but I still applying strict hours for them."

Somehow, everything I said still couldn't convince them. So I said, "I will talk to her, hopefully she could understand that this time she will doing it not only for herself, but for her school's sake as well."

I went home with the feel of a sack of rice behind my back. And I will transfer the weight to my daughter's shoulder tomorrow. Poor Shafira.

Tuesday, 8th April 2008

Morning, 7.00 am

Shafira : Wish me luck, Mak.

Me : Remember, Baby. Do it not just for you, but do it for your school. Prove them!

Shafira : I will! Love you , Mak!

11.00 am

A text message came from Shafira (her exact words) :

" Guess what, Mak? I got 8.4 for Bahasa Indonesia, the highest in my class! Say something nice! I swear, I'm not lying!! "

And I just wept, this time with joy.

We learned our lesson, do not underestimate my daughter.

Monday, April 07, 2008

I Want To Feel Annoyed

Kadang-kadang menghadapi dia, rasa sebal begitu membakar kepala dan hati. Seperti saat aku akan mendokumentasikan perjalanan kami dan mengarahkan kamera kepadanya, dia malah membuat-buat ekspresi wajahnya. Tidak ada satupun rekaman wajahnya dengan ekspresi normal dan susahnya dia selalu merasa kalau aku mengambil fotonya dengan diam-diam. Sumpah aku sebal!

Then, how come after 15 years together, I still head over heels in love with this man?

Sheesh!

Sunday, April 06, 2008

Zachary's Eye

Sejak kecil saya sadar bahwa saya punya kemampuan untuk mengetahui apakah suatu tempat ada penghuni halusnya atau tidak. Saya tidak pernah berkomunikasi langsung dengan mereka tetapi ada saja yang mereka lakukan yang membuat saya 'tau'.

Agak sulit menghadapi kemampuan ini setelah dewasa karena ternyata saya cenderung skeptik. Dua kepercayaan yang berlawanan ini akhirnya saya terima begitu saja tanpa pertahanan. Jadi kalau saya sedang merasa berpapasan dengan mahluk dari dunia lain yang tidak terlihat itu, saya pura-pura tidak tau atau kalau saya lagi mau, saya menyapanya.

Hanya satu yang saya bersyukur, saya jarang sekali melihat wujudnya. Dalam hidup saya saya hanya diberikan 2 kali kesempatan melihat sendiri, sisanya adalah bayangan atau perasaan saja.

Saya agak kaget waktu ternyata saya menyadari bahwa anak-anak saya juga memiliki kemampuan ini. Shafira pernah melihat beberapa kali waktu masih kecil, sesudah umur 7 tahun jadi berkurang dan saya tidak tau ke depannya kalau dia sudah mulai mengerti apakah dia akan ikuti kemampuan itu atau mengabaikannya total. Yang saya heran adalah Zachary. Kalau Fira masih memperlihatkan rasa takut apabila melihat, Zachary tidak pernah takut, hanya memberi tahu. Dan ternyata dia tau di saat saya tidak tau! Jadi Zachary ternyata lebih peka daripada saya.

Tadi malam, ketika sedang berlompatan di tempat tidur, Zachary memberitahu saya bahwa seorang sahabat saya yang sudah berpulang sedang duduk di sebelah saya. Saya terhentak, tapi Zachary sama sekali tidak kelihatan takut. Dia kenal benar dengan sahabat saya tersebut semasa hidupnya.

Akhirnya saya hanya menarik napas panjang dan berkata, "Just say hi, Baby.. Assalamualaikum..."

Zachary hanya mengangguk. Aku terharu. Mudah-mudahan kepekaannya tidak akan pernah mengganggu hidupnya.

Thursday, April 03, 2008

Ain't No Sunshine

Ain't no sunshine when he's gone
It's not warm when he's away
Ain't no sunshine when he's gone
And he's always gone too long anytime
He goes away

Wonder this time where he's gone
Wonder if he's gone to stay
Ain't no sunshine when he's gone
And this house just ain't no home
Anytime he goes away

And I know, I know, I know, I know, I know
I know, I know, I know, I know, I know
I know, I know, I know, I know, I know
I know, I know I know, I know, I know

Hey I'll leave the young thing alone
But ain't no sunshine when he's gone
Ain't no sunshine when he's gone
Only darkness everyday

Ain't no sunshine when he's gone
And this house just ain't no home
Anytime he goes away
Anytime he goes away
Anytime he goes away
Anytime he goes away

I Miss Him Already

June?

How can I get through the days (and months!) if 12 hours is too long already. I want him back, and I want it now.

But I learned this years ago, we can't always have what we want...

*bengong*

*sigh*