Thursday, April 27, 2006
Wednesday, April 19, 2006
Friday, April 14, 2006
Marianne Annisa Haryasarie
Post ini untuk kamu, Ne. Atau haruskah Teteh panggil kamu dengan nama Icha? Nama barumu?
Kalau suatu saat kau cari namamu di dalam Internet, kamu akan menemukan post ini dan membacanya.
Semoga.
Teteh mencintai kamu sejak umurmu 2 tahun, Ne.
Memandikan kamu, menyuapi kamu, mengantarkan kamu ke sekolah.
Menyayangi kamu sampai akhirnya kamu memanggil Teteh dengan sebutan Mama.
Walaupun kita hanya berbeda 12 tahun.
Kita tertawa bersama, nyanyi bersama.
Ingatkah kamu lagu-lagu yang Teteh ajarkan waktu kamu kecil?
Kamu bukan lagi sepupu bagi Teteh, kamu sudah Teteh anggap sebagai anak pertama Teteh.
Beranjak remaja, walaupun kita sudah tidak serumah lagi, tapi kita tetap dekat.
Hell, 8 bulan yang lalu waktu Teteh pulang ke Indonesia, kamu masih bercanda minta gendong sama Teteh walaupun kamu sekarang jauh lebih tinggi dari Teteh.
Ada apa dengan kamu sekarang, Ne?
Apa yang membuatmu berubah menjadi begini?
Kamu pergi meninggalkan keluarga kita dalam kekalutan.
Kamu pergi meninggalkan sebuah baju pengantin, acara pernikahan yang sudah dipersiapkan dengan matang, dan sakit hati yang tidak terperi bagi Nenek kita yang sudah berusia 80 tahun.
Lupakan sakit hati kami, sepupumu, Bibi-Bibimu, Uwak-Uwakmu.
Kenapa kamu tega sakiti Mimi?
Dua hari sebelum pernikahan, Ne..
Kamu memutuskan untuk lari dari rumah.
Kamu memutuskan untuk lari dari pernikahan yang kamu minta sendiri.
Kamu lari secepat mungkin kepada laki-laki yang baru kamu kenal 7 bulan.
Dan kamu tak mau lagi berpaling ke arah kami, orang-orang yang mencintaimu tanpa batas selama 21 tahun.
Ada cara lain yang lebih halus, Ne.
Yang tidak akan menyakiti Mimi dan Ibumu.
Nenek yang mengurus kamu sejak lahir.
Ibumu yang melahirkan kamu.
Hanya mereka berdua yang benar-benar membela kamu mati-matian pada saat kita bertanya-tanya kegilaan apa lagi yang sudah kamu lakukan.
Sekarang semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur.
Tak ada lagi yang kamu bisa lakukan untuk mengobati sakit hati Mimi.
Pergilah.
Genggamlah tangan laki-laki yang baru kamu kenal itu.
Tapi jangan pernah kembali lagi.
Teteh tidak akan pernah ijinkan kamu menginjak kembali lantai rumah Keluarga Besar kita.
Sebagai cucu tertua dari Keluarga Anggajayadi Sastrawiragena, Teteh berhak melakukannya.
Teteh tidak akan memberikan lagi kamu kesempatan untuk menyakiti hati Mimi lagi.
21 tahun sudah cukup kamu sakiti Nenek kita.
Semua pilihan mengandung resiko dan konsekwensi, Ne.
You chose to go, then don't bother to come back.
EVER!
Have a nice life,
TETEH
14 April 2006
Surat terbuka untuk sepupuku yang aku tidak tahu di mana keberadaanya.
Kalau suatu saat kau cari namamu di dalam Internet, kamu akan menemukan post ini dan membacanya.
Semoga.
Teteh mencintai kamu sejak umurmu 2 tahun, Ne.
Memandikan kamu, menyuapi kamu, mengantarkan kamu ke sekolah.
Menyayangi kamu sampai akhirnya kamu memanggil Teteh dengan sebutan Mama.
Walaupun kita hanya berbeda 12 tahun.
Kita tertawa bersama, nyanyi bersama.
Ingatkah kamu lagu-lagu yang Teteh ajarkan waktu kamu kecil?
Kamu bukan lagi sepupu bagi Teteh, kamu sudah Teteh anggap sebagai anak pertama Teteh.
Beranjak remaja, walaupun kita sudah tidak serumah lagi, tapi kita tetap dekat.
Hell, 8 bulan yang lalu waktu Teteh pulang ke Indonesia, kamu masih bercanda minta gendong sama Teteh walaupun kamu sekarang jauh lebih tinggi dari Teteh.
Ada apa dengan kamu sekarang, Ne?
Apa yang membuatmu berubah menjadi begini?
Kamu pergi meninggalkan keluarga kita dalam kekalutan.
Kamu pergi meninggalkan sebuah baju pengantin, acara pernikahan yang sudah dipersiapkan dengan matang, dan sakit hati yang tidak terperi bagi Nenek kita yang sudah berusia 80 tahun.
Lupakan sakit hati kami, sepupumu, Bibi-Bibimu, Uwak-Uwakmu.
Kenapa kamu tega sakiti Mimi?
Dua hari sebelum pernikahan, Ne..
Kamu memutuskan untuk lari dari rumah.
Kamu memutuskan untuk lari dari pernikahan yang kamu minta sendiri.
Kamu lari secepat mungkin kepada laki-laki yang baru kamu kenal 7 bulan.
Dan kamu tak mau lagi berpaling ke arah kami, orang-orang yang mencintaimu tanpa batas selama 21 tahun.
Ada cara lain yang lebih halus, Ne.
Yang tidak akan menyakiti Mimi dan Ibumu.
Nenek yang mengurus kamu sejak lahir.
Ibumu yang melahirkan kamu.
Hanya mereka berdua yang benar-benar membela kamu mati-matian pada saat kita bertanya-tanya kegilaan apa lagi yang sudah kamu lakukan.
Sekarang semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur.
Tak ada lagi yang kamu bisa lakukan untuk mengobati sakit hati Mimi.
Pergilah.
Genggamlah tangan laki-laki yang baru kamu kenal itu.
Tapi jangan pernah kembali lagi.
Teteh tidak akan pernah ijinkan kamu menginjak kembali lantai rumah Keluarga Besar kita.
Sebagai cucu tertua dari Keluarga Anggajayadi Sastrawiragena, Teteh berhak melakukannya.
Teteh tidak akan memberikan lagi kamu kesempatan untuk menyakiti hati Mimi lagi.
21 tahun sudah cukup kamu sakiti Nenek kita.
Semua pilihan mengandung resiko dan konsekwensi, Ne.
You chose to go, then don't bother to come back.
EVER!
Have a nice life,
TETEH
14 April 2006
Surat terbuka untuk sepupuku yang aku tidak tahu di mana keberadaanya.
Wednesday, April 12, 2006
ehehehe
Your Birthdate: January 12 |
You're a dynamic, charismatic person who's possibly headed for fame. You tend to charm strangers easily. And you usually can get what you want from them. Verbally talented, you tend to persuade people with your speaking and writing. You are affectionate and loving, but it's hard for you to commit to any one relationship. Your strength: Your charm Your weakness: Your extreme manipulation tactics Your power color: Indigo Your power symbol: Four leaf clover Your power month: December |
My extreme manipulation tactics?
wakakakakakaka
tell me something I don't know =))
Monday, April 10, 2006
Bad Hair Day
Fira : Mak, tie my hair (sambil ngasih karet)
Me : Grrhhhhhhh
Fira : C'mooon.
Me : *sisir rambut dari arah depan ke belakang*
Fira : Ouuuccch, that was MY EYE, Mak! Not MY HAIR!
Me : Toldja I can't do this. I hate this.
Fira : You stuck with me, Mak. Get over it!
Me : Grrhhhhhhh
Fira : C'mooon.
Me : *sisir rambut dari arah depan ke belakang*
Fira : Ouuuccch, that was MY EYE, Mak! Not MY HAIR!
Me : Toldja I can't do this. I hate this.
Fira : You stuck with me, Mak. Get over it!
Friday, April 07, 2006
Something I Took For Granted
Kita cium bibir suami kita pada saat dia akan pergi ke tempat kerjanya.
Lalu kemudian dia cium kening kita dan mengucapkan salam.
8-10 jam kemudian dia akan kembali dan mencium bibir dan kening kita pada saat pulang ke rumah.
Itu adalah sesuatu yang hampir setiap istri jalani, setiap hari, dan menjadi rutinitas harian yang kadang kurang disyukuri.
Yang saya tahu, 3 orang istri di hari Selasa kemarin kehilangan itu semua.
Selasa pagi, 4 April 2006, adalah terakhir kali mereka melihat suaminya dalam keadaan hidup.
Sebuah kecelakaan Crane di tempat kerja suamiku merebut nyawa 3 orang suami.
Salah satu kecelakaan terbesar yang pernah terjadi di Shipyard di Singapore.
(Lihat berita di link yang disediakan pada judul posting ini)
Dan aku harus menghitung bahwa aku adalah termasuk yang beruntung.
Walaupun hatiku pedih membayangkan duka 3 orang istri yang kehilangan belahan jiwanya.
Membayangkan beberapa orang anak yang ditinggal ayahnya.
Lalu aku tertunduk, aku ingat cerita suamiku tentang apa saja yang dia harus kerjakan setiap hari.
Karena pekerjaannya sebagai Senior QC/QA Engineer, dia harus naik ke ketinggian ekuivalen dengan 14 lantai untuk memastikan pekerjaan yang dilakukan sudah benar.
14 lantai naik tangga vertikal, dengan pengaman sebuah safety harness.
Yah, hidup suamiku tergantung ketrampilannya menggunakan tangga itu dan menyelipkan safety harness itu pada tangga di atasnya.
Hatiku kecut.
Airmataku tak sanggup kubendung.
Kecelakaan di tempat kerja suamiku itu aku yakin membuka mata ratusan istri-istri lainnya.
Pagi ini sambil kusiapkan tas kerjanya, suamiku berkata,
"Kok gue jadi paranoid begini ya?"
"Setiap gue mau naik, gue cari2 di mana posisi crane."
"Gue kira2 kalau sampai jatuh, gue harus lari kemana."
"The problem is, nobody can predict when or where."
Aku terdiam. Hatiku bergemuruh.
Kuyakinkan bahwa kecelakaan itu setidaknya membuat semua orang jadi lebih berhati2.
Tapi tak kukatakan padanya bahwa aku juga memendam kekhawatiran yang sama.
Aku tak ingin dia lebih terbebani.
Dan pagi ini juga saat kucium bibirnya, dan ia mencium keningku dan mengucapkan salam, aku cuma berkata dalam hati,
"Tuhan,jagalah selalu suamiku...aku tak bisa hidup tanpanya."
Abang, I promise you I wont yell at you anymore if you keep forgetting to pick your socks from the floor, or when you too lazy to clean the bathroom and the toilet.
Just promise me you'll come home to me safely, everyday.
For the rest of our life.
Lalu kemudian dia cium kening kita dan mengucapkan salam.
8-10 jam kemudian dia akan kembali dan mencium bibir dan kening kita pada saat pulang ke rumah.
Itu adalah sesuatu yang hampir setiap istri jalani, setiap hari, dan menjadi rutinitas harian yang kadang kurang disyukuri.
Yang saya tahu, 3 orang istri di hari Selasa kemarin kehilangan itu semua.
Selasa pagi, 4 April 2006, adalah terakhir kali mereka melihat suaminya dalam keadaan hidup.
Sebuah kecelakaan Crane di tempat kerja suamiku merebut nyawa 3 orang suami.
Salah satu kecelakaan terbesar yang pernah terjadi di Shipyard di Singapore.
(Lihat berita di link yang disediakan pada judul posting ini)
Dan aku harus menghitung bahwa aku adalah termasuk yang beruntung.
Walaupun hatiku pedih membayangkan duka 3 orang istri yang kehilangan belahan jiwanya.
Membayangkan beberapa orang anak yang ditinggal ayahnya.
Lalu aku tertunduk, aku ingat cerita suamiku tentang apa saja yang dia harus kerjakan setiap hari.
Karena pekerjaannya sebagai Senior QC/QA Engineer, dia harus naik ke ketinggian ekuivalen dengan 14 lantai untuk memastikan pekerjaan yang dilakukan sudah benar.
14 lantai naik tangga vertikal, dengan pengaman sebuah safety harness.
Yah, hidup suamiku tergantung ketrampilannya menggunakan tangga itu dan menyelipkan safety harness itu pada tangga di atasnya.
Hatiku kecut.
Airmataku tak sanggup kubendung.
Kecelakaan di tempat kerja suamiku itu aku yakin membuka mata ratusan istri-istri lainnya.
Pagi ini sambil kusiapkan tas kerjanya, suamiku berkata,
"Kok gue jadi paranoid begini ya?"
"Setiap gue mau naik, gue cari2 di mana posisi crane."
"Gue kira2 kalau sampai jatuh, gue harus lari kemana."
"The problem is, nobody can predict when or where."
Aku terdiam. Hatiku bergemuruh.
Kuyakinkan bahwa kecelakaan itu setidaknya membuat semua orang jadi lebih berhati2.
Tapi tak kukatakan padanya bahwa aku juga memendam kekhawatiran yang sama.
Aku tak ingin dia lebih terbebani.
Dan pagi ini juga saat kucium bibirnya, dan ia mencium keningku dan mengucapkan salam, aku cuma berkata dalam hati,
"Tuhan,jagalah selalu suamiku...aku tak bisa hidup tanpanya."
Abang, I promise you I wont yell at you anymore if you keep forgetting to pick your socks from the floor, or when you too lazy to clean the bathroom and the toilet.
Just promise me you'll come home to me safely, everyday.
For the rest of our life.