Marianne Annisa Haryasarie
Post ini untuk kamu, Ne. Atau haruskah Teteh panggil kamu dengan nama Icha? Nama barumu?
Kalau suatu saat kau cari namamu di dalam Internet, kamu akan menemukan post ini dan membacanya.
Semoga.
Teteh mencintai kamu sejak umurmu 2 tahun, Ne.
Memandikan kamu, menyuapi kamu, mengantarkan kamu ke sekolah.
Menyayangi kamu sampai akhirnya kamu memanggil Teteh dengan sebutan Mama.
Walaupun kita hanya berbeda 12 tahun.
Kita tertawa bersama, nyanyi bersama.
Ingatkah kamu lagu-lagu yang Teteh ajarkan waktu kamu kecil?
Kamu bukan lagi sepupu bagi Teteh, kamu sudah Teteh anggap sebagai anak pertama Teteh.
Beranjak remaja, walaupun kita sudah tidak serumah lagi, tapi kita tetap dekat.
Hell, 8 bulan yang lalu waktu Teteh pulang ke Indonesia, kamu masih bercanda minta gendong sama Teteh walaupun kamu sekarang jauh lebih tinggi dari Teteh.
Ada apa dengan kamu sekarang, Ne?
Apa yang membuatmu berubah menjadi begini?
Kamu pergi meninggalkan keluarga kita dalam kekalutan.
Kamu pergi meninggalkan sebuah baju pengantin, acara pernikahan yang sudah dipersiapkan dengan matang, dan sakit hati yang tidak terperi bagi Nenek kita yang sudah berusia 80 tahun.
Lupakan sakit hati kami, sepupumu, Bibi-Bibimu, Uwak-Uwakmu.
Kenapa kamu tega sakiti Mimi?
Dua hari sebelum pernikahan, Ne..
Kamu memutuskan untuk lari dari rumah.
Kamu memutuskan untuk lari dari pernikahan yang kamu minta sendiri.
Kamu lari secepat mungkin kepada laki-laki yang baru kamu kenal 7 bulan.
Dan kamu tak mau lagi berpaling ke arah kami, orang-orang yang mencintaimu tanpa batas selama 21 tahun.
Ada cara lain yang lebih halus, Ne.
Yang tidak akan menyakiti Mimi dan Ibumu.
Nenek yang mengurus kamu sejak lahir.
Ibumu yang melahirkan kamu.
Hanya mereka berdua yang benar-benar membela kamu mati-matian pada saat kita bertanya-tanya kegilaan apa lagi yang sudah kamu lakukan.
Sekarang semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur.
Tak ada lagi yang kamu bisa lakukan untuk mengobati sakit hati Mimi.
Pergilah.
Genggamlah tangan laki-laki yang baru kamu kenal itu.
Tapi jangan pernah kembali lagi.
Teteh tidak akan pernah ijinkan kamu menginjak kembali lantai rumah Keluarga Besar kita.
Sebagai cucu tertua dari Keluarga Anggajayadi Sastrawiragena, Teteh berhak melakukannya.
Teteh tidak akan memberikan lagi kamu kesempatan untuk menyakiti hati Mimi lagi.
21 tahun sudah cukup kamu sakiti Nenek kita.
Semua pilihan mengandung resiko dan konsekwensi, Ne.
You chose to go, then don't bother to come back.
EVER!
Have a nice life,
TETEH
14 April 2006
Surat terbuka untuk sepupuku yang aku tidak tahu di mana keberadaanya.
Kalau suatu saat kau cari namamu di dalam Internet, kamu akan menemukan post ini dan membacanya.
Semoga.
Teteh mencintai kamu sejak umurmu 2 tahun, Ne.
Memandikan kamu, menyuapi kamu, mengantarkan kamu ke sekolah.
Menyayangi kamu sampai akhirnya kamu memanggil Teteh dengan sebutan Mama.
Walaupun kita hanya berbeda 12 tahun.
Kita tertawa bersama, nyanyi bersama.
Ingatkah kamu lagu-lagu yang Teteh ajarkan waktu kamu kecil?
Kamu bukan lagi sepupu bagi Teteh, kamu sudah Teteh anggap sebagai anak pertama Teteh.
Beranjak remaja, walaupun kita sudah tidak serumah lagi, tapi kita tetap dekat.
Hell, 8 bulan yang lalu waktu Teteh pulang ke Indonesia, kamu masih bercanda minta gendong sama Teteh walaupun kamu sekarang jauh lebih tinggi dari Teteh.
Ada apa dengan kamu sekarang, Ne?
Apa yang membuatmu berubah menjadi begini?
Kamu pergi meninggalkan keluarga kita dalam kekalutan.
Kamu pergi meninggalkan sebuah baju pengantin, acara pernikahan yang sudah dipersiapkan dengan matang, dan sakit hati yang tidak terperi bagi Nenek kita yang sudah berusia 80 tahun.
Lupakan sakit hati kami, sepupumu, Bibi-Bibimu, Uwak-Uwakmu.
Kenapa kamu tega sakiti Mimi?
Dua hari sebelum pernikahan, Ne..
Kamu memutuskan untuk lari dari rumah.
Kamu memutuskan untuk lari dari pernikahan yang kamu minta sendiri.
Kamu lari secepat mungkin kepada laki-laki yang baru kamu kenal 7 bulan.
Dan kamu tak mau lagi berpaling ke arah kami, orang-orang yang mencintaimu tanpa batas selama 21 tahun.
Ada cara lain yang lebih halus, Ne.
Yang tidak akan menyakiti Mimi dan Ibumu.
Nenek yang mengurus kamu sejak lahir.
Ibumu yang melahirkan kamu.
Hanya mereka berdua yang benar-benar membela kamu mati-matian pada saat kita bertanya-tanya kegilaan apa lagi yang sudah kamu lakukan.
Sekarang semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur.
Tak ada lagi yang kamu bisa lakukan untuk mengobati sakit hati Mimi.
Pergilah.
Genggamlah tangan laki-laki yang baru kamu kenal itu.
Tapi jangan pernah kembali lagi.
Teteh tidak akan pernah ijinkan kamu menginjak kembali lantai rumah Keluarga Besar kita.
Sebagai cucu tertua dari Keluarga Anggajayadi Sastrawiragena, Teteh berhak melakukannya.
Teteh tidak akan memberikan lagi kamu kesempatan untuk menyakiti hati Mimi lagi.
21 tahun sudah cukup kamu sakiti Nenek kita.
Semua pilihan mengandung resiko dan konsekwensi, Ne.
You chose to go, then don't bother to come back.
EVER!
Have a nice life,
TETEH
14 April 2006
Surat terbuka untuk sepupuku yang aku tidak tahu di mana keberadaanya.
<< Home