Wednesday, February 13, 2008

He Ain't Heavy, He's My Brother

Saya sering sedih kalau mendengar atau melihat Kakak Adik seperti saling tidak suka, bersaing habis, atau malah terlibat dengan perselisihan kecil besar bahkan super besar seperti masalah warisan.

Sampai saat ini saya mengingat, hanya 1 kali saya bertengkar cukup besar dengan Adik saya. Itupun berakhir dengan saya dan dia berpelukan sambil menangis. Waktu itu saya sudah kuliah dan Kuke masih SMP.

Kami sejak Kuke berumur 6 tahun dan saya sendiri 13 tahun, hampir selalu hidup terpisah. Kuke dengan Bapak dan Mama di Jakarta, saya di Bandung ikut Mimi. Saya memang tidak mau tinggal di Jakarta setelah kami pindah dari Kota Kecil Di Pedalaman Sulawesi Selatan itu. Buat saya Bandung jauh lebih simple dan lebih familiar.

Karena hidup terpisah itu juga, saya tidak terlalu 'mengenal' dia. Apa masakan yang dia suka, film apa yang dia suka tonton, musik apa yang dia suka. Saya justru banyak tau tentang dia, teman-temannya dan kehidupannya setelah ada Friendster. Aneh ya.

Tapi walau jarang bertemu, perasaan kami tetap dekat. Kami tetap saling ber-sms dan kadang dia atau saya menelepon berjam-jam. Setiap keputusan besar Kuke selalu berkonsultasi dengan saya. Kami selalu berjauhan, tetapi tidak pernah jauh di hati.

Hari ini saya senang sekali karena dia akan bergabung dengan saya di China. Kuke melamar ke perusahaan di mana Abang bekerja dan diterima. Kami hanya bersama sementara karena akhir February saya harus kembali ke Indonesia untuk mempersiapkan UAN Fira bulan Mei nanti, tapi setiap menit saya bertemu dengan Kuke, buat saya selalu sangat berharga.

I love him since the first time I've set my eyes on him in front of the delivery room that cold day in Bogor on year 1980. And I love him forever.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home