Posesif
Seseorang pernah berkomentar kepada seorang kawan dekat saya, bahwa saya adalah manusia posesif.
Dia benar.
Saya posesif terhadap apapun yang menjadi milik saya, atau saya pikir milik saya.
Benda, anak, suami, kawan. Name it.
Saya tidak malu mengakuinya.
Mungkin cuma satu yang saya tidak terlalu posesif, uang.
Dengan senang hati saya akan membagi uang saya yang tidak seberapa dengan orang yang saya nilai memerlukannya.
Terhadap perasaan saya pun kadang saya posesif.
Saya tidak ingin membagi perasaan saya tentang hal2 tertentu kepada orang lain.
Termasuk rasa sakit.
Rasa sakit yang saya rasakan 2 minggu ini, saya bagi sedikit, sisanya saya simpan sendiri.
Ada hal2 yang rasanya tidak ingin saya bagikan dengan siapapun tentang rasa ini, bahkan dengan suami saya sendiri.
Saya bahkan tak sanggup melukiskan perasaan saya ketika duduk di bangku Rumah Makan Padang di sebuah Ferry Terminal. Ketika di hadapan saya sebentuk wajah mungil dengan rambut halus dan mata sendu menatap saya dengan mata beningnya. Tubuh ringkihnya yang kududukan di atas meja di depanku kupeluk erat, kuabaikan panas mataku waktu senyumnya mengiringi gigitan gigitan kecilnya satu persatu menghabiskan sebatang Pocky rasa coklat yang ujung satunya kuselipkan di mulutku.
Biar rasa yang bergemuruh di hati ini hanya untukku.
Dan rasa sayang yang melanda biar kubagi dengannya...hanya untuk wajah mungil itu..
Walau aku bukan Bundanya..akupun mencintainya..
Dia benar.
Saya posesif terhadap apapun yang menjadi milik saya, atau saya pikir milik saya.
Benda, anak, suami, kawan. Name it.
Saya tidak malu mengakuinya.
Mungkin cuma satu yang saya tidak terlalu posesif, uang.
Dengan senang hati saya akan membagi uang saya yang tidak seberapa dengan orang yang saya nilai memerlukannya.
Terhadap perasaan saya pun kadang saya posesif.
Saya tidak ingin membagi perasaan saya tentang hal2 tertentu kepada orang lain.
Termasuk rasa sakit.
Rasa sakit yang saya rasakan 2 minggu ini, saya bagi sedikit, sisanya saya simpan sendiri.
Ada hal2 yang rasanya tidak ingin saya bagikan dengan siapapun tentang rasa ini, bahkan dengan suami saya sendiri.
Saya bahkan tak sanggup melukiskan perasaan saya ketika duduk di bangku Rumah Makan Padang di sebuah Ferry Terminal. Ketika di hadapan saya sebentuk wajah mungil dengan rambut halus dan mata sendu menatap saya dengan mata beningnya. Tubuh ringkihnya yang kududukan di atas meja di depanku kupeluk erat, kuabaikan panas mataku waktu senyumnya mengiringi gigitan gigitan kecilnya satu persatu menghabiskan sebatang Pocky rasa coklat yang ujung satunya kuselipkan di mulutku.
Biar rasa yang bergemuruh di hati ini hanya untukku.
Dan rasa sayang yang melanda biar kubagi dengannya...hanya untuk wajah mungil itu..
Walau aku bukan Bundanya..akupun mencintainya..
5 Comments:
Ini jg elo udah ngebagi ke gue kok, Mel. Ngebolehin gue mbaca. Thx yak. Mis yu ah.
Mela, salam kenal.
Saya sangat sangat mengerti kehilangan Mela atas sahabat terbaik, Inong.
Saya aja sampai hari ini masih setia baca cerita-cerita lama di blognya almarhumah Inong, untuk mengobati rindu saya. Padahal, Inong sama sekali ga kenal saya.
Tapi itulah, jutaan orang mengenal dan mencintai Inong.
Berbahagialah Mela, pernah punya sahabat seperti Inong.
So please, keep smiling Mela!
keluarin aja semua unek2 lo, mel. n mudah2an lo merasa lebih lega setelah itu. gue liat banyak temen2 lo yang peduli kok :)
yang kuat ya!!
aH ANDAIKAN KITA LEBIH MENGERTI AKAN SESAMA ..mengerti untuk berbagi kebahagiaan dan duka...lebih sincere di dalam menjalani kehidupan tanpa mengharapkan imbalan apapun ...ikhlas akan apapun yg kita berikan...tulus akan apa yg kita kerjakan..ah andaikan aku seperti itu mel..menjadi orang yg akan selalu tulus dan ikhlas...pingiiiiiiin banget ..hidupku cuma sekali dan aku takut untuk membuat penyesalan seumur hidupku...doakan aku ya Mel tidak akan menjadi orang yg merugi.
Mela, was that Syifa with you? Cuman baca ini aja, Air mataku netes Mel, poor her....
Post a Comment
<< Home