Can't Justify Myself
Kalau saya membuat kesalahan fatal (ataupun kecil) cuma sekali dalam hidup saja, tentunya sangat manusiawi.
Tapi kalau saya selalu membuat keputusan2 salah dalam kehidupan saya, tentunya harus dipertanyakan apakah kemampuan analisa saya memang sedemikian buruknya?
Jadi kalau (lagi-lagi) saya dihadapkan kepada situasi di mana saya harus memutuskan sesuatu, ngenesnya saya selalu mengambil keputusan yang salah.
Kemana otak saya sewaktu saya berbaris di belakang antrian yang salah, menaiki taksi yang supirnya genit, ataupun as simple as saya memutuskan memakan sesuatu yang tadinya saya sudah yakin akan sakit perut memakannya, tapi keukeuh saya makan juga karena penampilannya yang menggairahkan. Mussel Shooter, anyone?
Bodoh?
Sepertinya bukan.
Mungkin lebih tepat dikatakan sebagai keledai yang sering jatuh kedua kalinya di tempat yang sama.
Lalu nyengir kuda (tadi keledai kok sekarang kuda?) sambil culang cileung waktu sadar lagi2 saya mengambil antrian kasir yang paling lambat.
Mel...tidak pernah belajar dari pengalaman.
Mel = keledai.
Tapi kalau saya selalu membuat keputusan2 salah dalam kehidupan saya, tentunya harus dipertanyakan apakah kemampuan analisa saya memang sedemikian buruknya?
Jadi kalau (lagi-lagi) saya dihadapkan kepada situasi di mana saya harus memutuskan sesuatu, ngenesnya saya selalu mengambil keputusan yang salah.
Kemana otak saya sewaktu saya berbaris di belakang antrian yang salah, menaiki taksi yang supirnya genit, ataupun as simple as saya memutuskan memakan sesuatu yang tadinya saya sudah yakin akan sakit perut memakannya, tapi keukeuh saya makan juga karena penampilannya yang menggairahkan. Mussel Shooter, anyone?
Bodoh?
Sepertinya bukan.
Mungkin lebih tepat dikatakan sebagai keledai yang sering jatuh kedua kalinya di tempat yang sama.
Lalu nyengir kuda (tadi keledai kok sekarang kuda?) sambil culang cileung waktu sadar lagi2 saya mengambil antrian kasir yang paling lambat.
Mel...tidak pernah belajar dari pengalaman.
Mel = keledai.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home